Penyelenggaraan haji menjadi salah satu penyumbang devisa utama bagi Arab Saudi. Sumbangan tersebut diantaranya datang dari biaya haji dan belanja jamaah haji dari Indonesia.
Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan usulan awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M dengan rata-rata sebesar Rp105 juta.
Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo menjelaskan, sesuai UU No.8 Tahun 2019 pasal 44, BPIH bersumber dari Bipih (biaya perjalanan ibadah haji yang harus dibayar jemaah), anggaran pendapatan dan belanja negara, Nilai Manfaat, Dana Efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi Bipih yang harus dibayar jemaah itu adalah bagian dari BPIH. Kalau Kemenag sampaikan usulan awal BPIH sebesar Rp105 juta bukan berarti sejumlah itu juga yang harus dibayar langsung jemaah,” jelas Wibowo Prasetyodikutip dari situs Kemenag.go.id, Jumat (17/11/2023).
Biaya tersebut belum final dan akan kembali dibahas bersama DPR. Bipih yang dibayar jemaah pada 2022 disepakati sebesar Rp81.747.844,04 per jemaah. Termasuk didalamnya adalah nilai manfaat sebesar Rp41.053.216,24 per Jemaah.
Biaya haji melonjak drastis sejak pandemi Covid-19. Selain karena kenaikan biaya penerbangan serta sewa hotel.
Devisa Haji Tembus Hampir Rp 200 Triliun Lebih
Kedatangan jutaan jamaah internasional tentu menjadi kabar baik bagi Arab Saudi. Pasalnya, tidak hanya menjadi ritual agama tetapi juga bisa mendatangkan miliaran devisa bagi Negara Minyak tersebut. Pemerintah Saudi Arab Saudi memberikan kuota haji sebanyak 1,85 juta pada tahun ini, termasuk sebanyak 1,66 juta jamaah internasional.
Jumlah jamaah internasional pada tahun ini melonjak 112,6% dibandingkan 2021 dan menjadi yang tertinggi sejak 2019 atau pra-pandemi.
Dilansir dari AP, penyelenggaraan haji dan umroh diperkirakan mendulang penerimaan sebesar US$ 12 miliar per tahun atau sekitar Rp 185,88 triliun (kurs 1 US$= Rp 15.490). Angka tersebut mendekati Rp 200 triliun rupiah. Penerimaan tersebut setara dengan 7% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) serta 20% dari penerimaan non-oil mereka.
Penerimaan besar tersebut termasuk dari jamaah haji Indonesia baik dari biaya haji ataupun belanja jamaah. Perputaran uang juga datang dari konsumsi jamaah, transportasi, penginapan hotel, hingga oleh-oleh.
Pada 2020 atau saat tahun pertama pandemi, jamaah haji hanya berjumlah kurang dari 1.000 orang di mana semuanya merupakan warga negara tersebut. Musim haji 2020 datang pada Juli atau hanya tiga bulan setelah Covid-19 diumumkan sebagai pandemi global.
0 Comment